Saya rasa bulan ini merupakan masa paling pait dalam kisah hidupku. Cobaan yang aku alami ini membuat diriku sangat terpukul, hilang harapan, kecewa, sedih bercampur menjadi satu. Sempat dalam benakku muncul pertanyaan "Dosa apakah yang telah aku perbuat hingga Tuhan mengijinkan ujian berat ini harus aku hadapi.....?".
Berikut kisah pait yang aku alami bulan ini. . . . . . .
Usus ibuku tidak pada tempatnya karena jaringan otot perut telah robek. Hal ini menyebabkan muncul gundukan sebesar bola tenis pada perut ibu. Jika tidak segera dioperasi mungkin gundukan ini akan semakin bertambah besar. Karena dalam keluarga aku yang paling dianggap berpeluang menghantar ibu bolak-balik periksa di Rumah Sakit maka aku harus rela meluangkan banyak waktu untuk mengurus ibu.
Hampir tiap hari aku rela antri berjam-jam untuk memeriksakan ibu di rumah sakit. Pertama-tama saya harus antri pendaftaran pasien. Setelah cukup lama antri langkah selanjutnya menuju poli bedah, eh.....disinipun saya harus antri juga (maklum rumah sakit negeri). Berangkat jam 8.30 WIB baru dapat bertemu dokter spesialis bedah sekitar jam 12.30 WIB. Setelah bertemu dokter poli bedah ibu direkomendasikan untuk rontgen dan cek darah lengkap di laborat setempat. Karena laborat sudah hampir tutup kami harus melanjutkannya keesokan harinya.
Tahukah Anda? Bahwa untuk cek darah lengkap di laborat rumah sakit inipun kami harus antri lagi......Ah memang jika ingin dilayani di RS ini memang harus super sabar. Hasil rontgen dan lab tidak bisa diambil pada hari yang sama, jadi besok pagi saya dan ibu harus kembali untuk mengambil laporan hasil pemeriksaan dan selanjutnya antri pendaftaran lagi untuk dapat bertemu dokter di poli bedah. Setelah antri berjam-jam akhirnya bertemu dengan dokter spesialis bedah hanya untuk menerima saran/rekomendasi periksa kesehatan jantung di poli jantung. Apa yang terjadi selanjutnya......tentu Anda sudah dapat menjawabnya, kami harus antri lagi!
Selesai dari poli jantung, kami kembali lagi ke poli bedah. Bertemu dengan dokter poli bedah, selanjutnya kami diminta menuju ruang bius untuk berkonsultasi dengan dokter ahli. Selesai dari ruang bius kami kembali berantri ria di poli bedah. Akhirnya jawaban yang kami tunggu-tunggu keluar juga........ ibu saya dinyatakan telah siap diopersi, tapi sayangnya dokter berkata "maaf karena yang antri bedah banyak, saya tidak belum bisa menentukan jadwal operasi, saya akan menghubungi nomor telepon Anda setelah kami dapat menentukan jadwal ".
Sabtu, 18 Juli 2009 ibu mulai rawat inap di rumah sakit tetapi belum di berikan tindakan medis. Hanya makan dan tidur sampai ada kabar jadwal operasi. Dengar2 antrian setiap hari ada 40 pasien yang musti dioperasi. Wow......hebat bukan!
Setiap hari saya bolak-balik ke rumah sakit untuk jenguk ibu. Kadang ke rumah sakit bersama istri terkadang sendiri. Intinya prioritas waktuku adalah untuk ibu. Karena sebagian waktuku tercurah untuk ibu, istriku jadi terabaikan.
Akibat kesalahan dalam membagi prioritas inilah aku jadi panik setelah istriku mengalami flek pertama pada hari jum'at, 24 Juli 2009 di pagi hari. Eh.....pada siang harinya fleknya tidak berkurang malah bertambah. Karena dana yang saya miliki tidak cukup untuk periksa ke dokter spesialis kandungan, sore harinya kami periksa ke bidan. Berdasarkan hitungan bidan kandungan istriku sudah berusia 6 minggu. Akhirnya bidan memberikan vitamin dan resep obat yang dapat di beli di apotek. Keesokan harinya, pendarahan semakin hebat namun karena gak ada dana kami tetap berencana menunggu khasiat obat yang diberikan oleh bidan. Akhirnya obat yang diberikan bidan habis dan ternyata pendarahan juga masih belum berhenti.
Karena pendarahan masih juga belum berhenti, akhirnya saya terpaksa cari pinjaman uang alias hutang untuk periksa ke dokter spesialis kandungan. Setelah di USG, dokter berkata pada istri saya "Anda harus di kiret karena jaringan kandungan sudah tidak dapat dipertahankan lagi!". Glodak! Kami langsung shoook dan argkh..... kami sangat sedih dan ingin menangis
Saya sangat merasa bersalah,......... mengapa saya tidak memperhatikan jaringan kandungan istriku yang lemah sehingga berguguran? dan Mengapa saya tidak lebih memprioritaskan istriku daripada ibuku? Mengapa aku tidak SIAGA manakala istriku sedang hamil?
Dalam benak, aku selalu menyalahkan diri sendiri dan berkata pada dokter spesialis kandungan tersebut, seandainya aku segera ......... tentu istriku tidak akan keguguran ya dok. Namun dokter justru berkata, "jangan begitu ......, ini memang sudah menjadi kehendak-Nya". Oh..... memang benar, tidak ada gunanya saya berusaha keras jika ini memang sudah menjadi kehendak Yang Kuasa.
Mendengar perkataan dokter kandungan tersebut, saya mulai dapat mengampuni diri sendiri dan mencoba untuk lebih tabah dalam menghadapi cobaan ini. Saya sudah merasa tidak kehilangan asa, meski kami saat ini benar-benar kehilangan. Dan yang terpenting bagi kami sekarang adalah menyadari bahwa memang inilah rencana Tuhan yang harus kami alami.
yang sabar ya kawan,,
BalasHapussemoga kesehatan selalu ada di siteri kamu
amiennn
yang sabar mas mkin blum rejeki mas
BalasHapuspengalaman serupa tengah kami alami, janin yang telah 6minggu pun mesti kami ikhlaskan tuk kembali padaNya...
BalasHapusmudah-mudahan kita segera diberi kemudahan untuk kembali mendapatkan gantinya. amin